Pilih Bridging atau Switching Master/Slave Port?
Pertanyaan ini mungkin muncul ketika kita ingin membuat beberapa interface pada mikrotik untuk menjadi satu segment. Ada beberapa pilihan cara yang bisa kita gunakan, diantaranya yaitu bisa menggunakan teknik Bridging atau menggunakan Switching memanfaatkan mode Master port dan Slave Port. Keduanya memberikan hasil yang seakan sama, namun sebenarnya ada perbedaan nya.
Switching Master/Slave Port
Konfigurasi
Switching Master/Slave Port menggunakan chip khusus switching yang tertanam pada RouterBoard, sehingga tidak membebani CPU. Mikrotik tidak akan mendapatkan beban terlalu besar dari switching pada CPU nya walaupun traffik yang lewat sangat tinggi. Ilustrasinya seperti pada gambar di atas. Dari gambar ilustrasi di atas dapat dilihat bahwa eth2 bertindak sebagai Master Port dan eth3-5 sebagai Slave Port yang menggunakan switching chip.
Kemampuan Port Switching ini berbeda-beda untuk tiap switching chip yang tertanam pada RouterBoard.
Bridging Port
Dengan melakukan
bridging, kita bisa menggabungkan beberapa interface yang berbeda menjadi satu segmant misalnya interface ethernet dengan wireless, dimana hal tersebut tidak bisa dilakukan dengan metode Switcing Master/Slave port. Selain itu dengan bridging kita bisa menerapkan firewall filter rule, dimana pada switching tidak bisa dilakukan, kecuali pada
Mikrotik Cloud Router Switch (CRS).
Dengan menggunakan bridge kita dapat menanggulangi network loop dengan mudah, yakni menggunakan protocol STP (Spanning Tree Protocol) dan RSTP (Rapid Spanning Tree Protocol).
Jadi pada intinya kedua metode tersebut sama saja, hanya bedanya pada kecepatan vs fitur. Kalau spesifikasi mikrotik anda sudah tinggi, dan traffic gak terlalu besar, bisa pakai bridge saja. Tapi jika sebaliknya mendingan pakai switching.